Beranda | Artikel
KHOTBAH: TERBUAI PENUNDAAN
Selasa, 11 Oktober 2022

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA

Khutbah Jumat di Masjid Agung Purbalingga, 19 Rajab 1436 / 8 Mei 2015

 

KHUTBAH PERTAMA:

الحمد لله الذي أنزل على عبده الكتاب ولم يجعل له عوجاً، أحمده -سبحانه- لم يكن له شريك في الملك ولم يتخذ صاحبة ولا ولداً، وأشهد أن لا إله إلا الله لا شريك له، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمداً عبد الله ورسوله، اللهم صل وسلم على عبدك ورسولك محمد وعلى آله وصحبه.

أما بعد، فاتقوا الله عباد الله، “وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ”. البقرة: 281.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah…

Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.

Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…

Manusia adalah makhluk Allah yang mempunyai potensi berbuat baik atau jahat dan taat atau durhaka. Setiap orang pernah berbuat dosa, kecuali yang dijaga Allah darinya. Pernahkah kita membayangkan apa yang terjadi, jika saja pada setiap kali manusia berbuat dosa, Allah langsung menghukumnya dengan siksa-Nya? Bila Allah melakukan itu, niscaya bumi ini akan kosong, sebab tidak tersisa satu manusiapun di atasnya!

Akan tetapi, sungguh Allah Maha Bijaksana lagi Maha Penyayang. Dia tidak melakukan itu. Justru Dia memberi penangguhan dan penundaan bagi manusia. Dengan harapan mereka mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertaubat dan kembali ke jalan-Nya.

Allah ta’ala berfirman,

“وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ، وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى، فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا”

Artinya: “Kalau sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan di atas permukaan bumi ini satu makhluk pun. Akan tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang telah ditentukan. Dan apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” QS. Faathir (35): 45.

Hadirin dan hadirat rahimakumullah…

Walaupun demikian luasnya kebijaksanaan, namun masih ada saja orang-orang yang justru tertipu karena tidak mengerti. Pelaku dosa merasa tidak berdosa dengan perbuatannya; karena ia tidak langsung mendapatkan hukumannya. Ia merasa bebas dan merdeka berbuat, dengan asumsi tidak ada yang akan menghukumnya. Lalu ia pun semakin tenggelam dalam kubangan dosa dan kesesatannya. Na’udzubillah min dzalik…

Di sisi lain, sebagian kalangan yang minim ilmu dan iman, saat melihat para pendosa yang belum disiksa, mereka juga tertipu. Demi melihat orang-orang jahat dan para ahli maksiat tidak mendapatkan hukuman atas perbuatan mereka, hal itu mendorong mereka untuk mengikuti langkah buruk mereka. Sebab sejatinya keburukan itu lebih gampang menularnya dibanding kebaikan. Menularkan keburukan tak perlu kampanye susah payah. Cukup lakukan dan berikan contoh, niscaya akan banyak yang meniru. Sebaliknya, kebaikan harus disebarkan dengan susah payah agar orang mau mengikutinya.

Merekalah orang-orang yang tertipu dengan penundaan azab dari Allah ta’ala. Semoga kita terhindarkan dari tipe manusia semacam itu.

Sidang Jum’at yang diberkahi Allah…

Sebagaimana telah maklum, bahwa dosa itu terbagi menjadi dua. Ada dosa besar dan ada pula dosa kecil. Dosa besar contohnya: syirik, pergi ke dukun, meninggalkan shalat, berzina dan lain-lain. Adapun dosa kecil, di antara contohnya adalah mengumbar pandangan mata, alias jelalatan.

Di zaman kita ini, banyak orang yang meremehkan dosa besar, apalagi dosa-dosa kecil. Fenomena tersebut terjadi karena lemahnya iman dan pengagungan kepada Allah ta’ala.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengingatkan,

“إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا. قَالَ أَبُو شِهَابٍ بِيَدِهِ فَوْقَ أَنْفِهِ”

“Seorang mukmin melihat dosa-dosanya seakan ia sedang duduk di kaki gunung dan merasa khawatir jikalau gunung itu runtuh menimpanya. Adapun orang pendosa, ia melihat dosa bagaikan lalat yang lewat di depan hidungnya seraya berkata “begini”. Ibnu Syihab menafsirkan: yakni mengebutkan tangannya di depan hidung untuk mengusir lalat tersebut”. R. Bukhari

Suatu ketika Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada sebagian muridnya,

“إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالًا هِيَ أَدَقُّ فِي أَعْيُنِكُمْ مِنْ الشَّعَرِ، إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْمُوبِقَاتِ”.

“Sesungguhnya kalian terkadang melakukan suatu dosa yang kalian pandang lebih kecil dari pada biji gandum, padahal di masa Nabi shallallahu’alaihiwasallam kami menganggapnya sebagai dosa besar yang membinasakan”. R. Bukhari.

Anas radhiyallahu’anhu bukan sedang mengatakan bahwa dosa besar di masa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam akan dihitung sebagai dosa kecil setelah beliau wafat. Namun itu semata-mata karena pengetahuan para sahabat akan keagungan Allah yang lebih sempurna. Makanya dosa kecil bagi mereka -jika sudah dikaitkan dengan kebesaran Allah- akan menjadi sangat besar.

Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati…

Ada satu hal yang seringkali belum dipahami oleh sebagian masyarakat, bahwa dosa kecil itu ternyata bisa berubah menjadi besar. Karena adanya faktor-faktor lain. Dan di antara faktor tersebut adalah:

Meremehkan ‘tutup dosa’ dan kesantunan Allah. Yaitu ketika pelaku dosa kecil terbuai dengan kemurahan Allah dalam menutupi dosa. Ia tidak sadar bahwa itu adalah penangguhan dari Allah untuknya. Bahkan ia menyangka bahwa Allah sangat mengasihinya dan memberi perlakuan istimewa kepadanya. Sebagaimana yang Allah kabarkan kepada kita tentang orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berkata,

“نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ”

Artinya: “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasihnya”. QS. Al-Ma’idah (5): 18.

Juga firman Allah,

“وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ. حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيرُ”

Artinya: “Mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tidak menyiksa kami sebagai hukuman atas perkataan kami ini”. Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali”. QS. Al-Mujadilah (58): 8.

Sidang Jumat yang berbahagia..

Seseorang mungkin dengan mudah bisa lepas dari hukum manusia atau hukum dunia. Tetapi, ia tidak akan bisa menghindar sama sekali dari hukum Allah di akhirat kelak. Ia tidak akan dapat meminta penangguhan sedikit pun, karena ia telah diberikan penangguhan itu di dunia. Namun amat disayangkan ia tidak memanfaatkannya. Sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui akan keadaan hamba-hamba-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari Allah.

Maka, seseorang yang berbuat dosa tetapi belum mendapat azab atas perbuatannya, janganlah ia menyangka bahwa Allah tidak tahu atau tidak murka dengan perbuatannya. Jika ia berpikiran demikian, sungguh ia telah tertipu oleh kejahilannya sendiri. Sesungguhnya azab dunia itu jauh lebih ringan daripada azab akhirat. Dan azab akhirat jauh lebih berat serta lebih pedih, di luar yang dapat dibayangkan manusia.

Bayangkanlah, betapa panasnya lahar yang mengalir dari letusan gunung berapi. Kemudian bayangkan, bahwa Anda berada di dalam lahar itu. Nah, ketahuilah bahwa panas dunia ini hanyalah sepertujuhpuluh dari level panasnya neraka. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan,

“نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِى يُوقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ”

Api kalian yang dinyalakan bani Adam (di dunia)- hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian neraka Jahannam.” HR Bukhari dan Muslim.

Bisakah kita membayangkan pedihnya disiksa dengan api yang lebih panas tujuh puluh kali lipat api dunia ini? Sungguh kepedihan yang tak terperikan. Maka, amat beruntunglah orang yang memanfaatkan kesempatan taubat yang diberikan Allah. Dan merugilah orang yang diberi kesempatan tetapi tidak memanfaatkannya.

Penyesalan di akhirat kelak tidak akan berguna sedikit pun. Sedangkan penyesalan di dunia adalah suatu awal yang baik untuk kembali ke jalan Allah dan meraih ampunan-Nya.

نفعني الله وإياكم بالقرآن العظيم، وبسنة سيد المرسلين.

أقول قولي هذا، وأستغفره العظيم الجليلَ لي ولكم، ولجميع المسلمين من كل ذنب، فاستغفروه؛ إنه هو الغفور الرحيم

=======================================================================

KHOTBAH KEDUA

الْحَمْدُ رَبِّ الْعَالمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ اْلمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أَكْمَلَ بِهِ الدِّيْنَ، وَأَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالمِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ :

Kaum muslimin dan muslimat yang kami cintai…

Bila kita berlumuran dosa di dunia ini, namun ternyata kita jarang jatuh sakit, rezeki kita lancar dan tingkat ekonomi kita terus menanjak tanpa banyak aral yang melintang, maka waspadalah! Hati-hatilah! Bisa jadi kita sedang mengalami kondisi yang biasa diistilahkan dengan istidraj. Yakni kenikmatan yang dicurahkan di dunia, untuk melalaikan seseorang, sehingga kelak di akhirat akan mendapatkan siksa yang tak terperikan.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan dalam HR. Ahmad dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albany,

“إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ ” ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ، حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ}”.

“Bila engkau melihat Allah mencurahkan harta dunia yang diinginkan seorang hamba, padahal ia gemar bermaksiat, maka ketahuilah bahwa itu merupakan istidraj”. Lalu Rasulullah shallallahu ’alaihiwasallam membaca firman Allah (yang artinya): “Ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka. Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa”. QS. Al-An’am (6): 44”.

Ketahuilah bahwa lancarnya rizki bukanlah standar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Justru, bisa jadi kelapangan hidup itu merupakan salah satu bentuk azab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta, fisik sehat, namun batin merana dan ancaman azab akhirat terus menghantui. Kalaulah standar kasih sayang Allah adalah kemewahan dunia, niscaya Qarunlah orang yang paling disayang Allah. Namun apakah kenyataannya? Ia justru diazab Allah dengan dibenamkan ke dalam bumi, beserta dengan seluruh kekayaannya.

Sebaliknya, janganlah mengira bahwa setiap orang yang mengalami banyak cobaan dan ujian hidup, itu pertanda bahwa ia pasti sedang dimurkai Allah. Sebab bisa jadi, itu adalah musibah yang berfungsi untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga.

Namun, keterangan di atas bukan berarti kita perlu untuk meminta musibah kepada Allah di dunia ini.

Justru langkah yang tepat adalah berusaha untuk senantiasa taat terhadap ajaran agama dan menjauhi maksiat. Kalaupun suatu saat kita diuji dengan musibah, maka bersegeralah untuk introspeksi diri dan bersabarlah. Semoga hal itu bisa mengurangi beban dosa-dosa kita dan mengangkat derajat kita di surga kelak. Amien ya Rabbal ‘alamien..

هذا؛ وصلوا سلموا -رحمكم الله- على سيد الأولين والآخرين، كما أمركم بذلك رب العالمين، فقال تعالى قولاً كريماً: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين

ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 19 Rajab 1436 / 8 Mei 2015

[1] Disusun dari berbagai sumber. Antara lain: https://ervakurniawan.wordpress.com/2011/07/14/penangguhan-azab/.


Artikel asli: https://tunasilmu.com/khotbah-terbuai-penundaan/